ini adalah iklan oleh pihak ketiga

Lepas dari Kemenkeu, Apa Ditjen Pajak Bisa Penuhi Setoran? || mediatunggal.com

Trip to Curug Nangka Bogor


INSTAGRAM

SHARE

Lepas dari Kemenkeu, Apa Ditjen Pajak Bisa Penuhi Setoran?

admin 14-05-2017 || 21:58:14

Jakarta - Beratnya beban Direktorat Jenderal Pajak (Ditjen Pajak) hingga membuat penerimaan tidak pernah mencapai target dalam satu dekade terakhir, menjadi salah satu alasan Ditjen Pajak harus menjadi lembaga sendiri atau pisah dari Kementerian Keuangan (Kemenkeu).

Apakah setelah lepas, maka penerimaan pajak akan tercapai?

Diketahui, sampai dengan 2014, penerimaan pajak masih bisa dicapai pada 90% dari target. Akan tetapi sejak 2015 hingga sekarang semakin merosot. Tahun lalu saja realisasinya hanya 81,4%, sebagai akibat dari program pengampunan pajak atau tax amnesty. Bila tidak, menurutnya hanya akan sampai pada kisaran 70%.

Rasio pajak pun terus menurun, di mana ketika orde baru bisa mencapai 13%. Sementara untuk 2012 sampai dengan 2014 hanya sedikit diatas 11%. Pada 2015 dan 2016 masing-masing masing-masing hanya 10,7% dan 10,3%. Padahal Jokowi ingin rasio pajak di 2019 mencapai 16%.

"Perlu beberapa langkah agar kemudian Ditjen Pajak bisa optimal untuk mengejar penerimaan," ungkap mantan Direktur Jenderal Pajak (Dirjen Pajak) Fuad Bawazier kepada detikFinance, Minggu (14/5/2017).

Dengan berdiri sendiri, maka Ditjen Pajak bisa mengatur ulang organisasi seperti yang diharapkan. Terutama dalam hal penambahan pegawai untuk pemeriksaan wajib pajak, berikut dengan penambahan kantor bila diperlukan.

Selanjutnya, bisa menyusun berbagai kebijakan yang mampu mendorong penerimaan. Salah satunya adalah dengan menurunkan tarif pajak penghasilan (PPh), khususnya badan yang sekarang berlaku sebesar 25%.

"Hal itu justru akan bisa meningkatkan penerimaan," tegas Fuad.

Fuad pernah melakukan hal yang serupa ketika masih menjabat Dirjen Pajak. Tarif waktu itu diturunkan dari 35% menjadi 30%. Asumsi awal menyebutkan bahwa penerimaan bisa turun sampai dengan 15%, tapi kemudian dilanjutkan dengan perubahan pada skema pengenaan.

Misalnya untuk sektor properti, perbankan dan transaksi di pasar modal yang dikenakan kemudian pajak final. Hasilnya penerimaan terus meningkat, baik secara nominal maupun persentasi realisasi atas target.

"Penerimaan kemudia naik sampai akhirnya kemudian turun lagi karena tidak dikelola dengan benar," imbuhnya.

Hal lain yang perlu diperhatikan adalah kepastian hukum untuk wajib pajak. Adalah tentang surat ketetapan pajak, yang di mana wajib pajak harusnya tetap membayar kewajiban meskipun tengah dalam proses hukum.

Aturan ini tadinya diubah ketika memasuki era reformasi. Fuad menilai sebaiknya kembali ke aturan sebelumnya agar penerimaan tetap berjalan.

"Seharusnya enggak usah di-hold. Karena itu bisa mengurangi penerimaan dan juga bisa jadi arena permainan petugas pajak," tandasnya. (Detik.com)


Baca juga :

Related Post


Tinggalkan Komentar Anda