ini adalah iklan oleh pihak ketiga
Gambar ilustrasi terjadinya fenomena La Nina yang terjadi akan menyebabkan curah hujan meningkat dan anomali suhu menjadi semakin dingin
mediatunggal.com - La Nina merupakan anomali sistem iklim global yang terjadi dengan periode ulang berkisar antara 2-7 tahun di Samudera Pasifik dan atmosfer, langit di atasnya berubah dari keadaan neteral (normal) serta berlangsung selama 2 bulan. Pada hal ini yang terjadi adalah pendinginan yang tidak biasa, yaitu anomali suhunya melebihi -0.5 derajat celcius di area yang sama.
Dilansir dari Kompas.com, Presiden RI Joko Widodo mengingatkan jajarannya pada 13 Oktober 2020 untuk waspada dan mengantisipasi potensi bencana di musim hujan dan dikatakan akumulasi curah hujan pada 2020 akan naik 20-24 persen.
“Karena itu, saya ingin agar kita semuanya menyiapkan diri, mengantisipasi kemungkinan-kemungkinan terjadinya bencana hidrometeorologi,” kata Jokowi saat membuka rapat terbatas tentang persiapan penanganan bencana hidrometeorologi di Istana Merdeka, Jakarta, Selasa (13/10/2020) lalu.
Jokowi juga menyebutkan laporan dari BMKG mengenai fenomena La Nina yang diprediksi akan menyebabkan terjadinya peningkatan akumulasi curah hujan bulanan di Indonesia.
kepala Bidang Analisis Verabilitas Iklim BMKG Indra Gustri menjelaskan bahwa saat ini La Nina sudah terjadi.
“Saat ini sudah terjadi La Nina,” Kata Indra pada tim Jurnalis, Sabtu (17/10/2020).
Ia mengatakan indikator La Nina berupa anomali suhu muka laut pasifik tengah.
Menurut data yang didapat hingga 10 Oktober 2020, saat ini suhu sudah berada di bawah -0.5 derajat celcius dan sudah berlangsung lebih dari 7 dasarian (2 bulan lebih).
Ia juga mengatakan puncak La Nina diprediksi akan terjadi pada November-Desember 2020.
“Analisis dan prediksi Dinamika Atmosfer dan Laut memperlihatkan bahwa November-Desember 2020 La Nina berada pada tingkat moderat,” jelasnya.
Namun, Indra menyebutkan dampak La Nina harus dilihat lebih detail pengaruhnya di wilayah Indonesia yang luas.
Menurutnya itu karena pengaruh/interaksi dengan fenomena iklim lainnya seperti Monsun.
Selain La Nina, dikenal juga peristiwa El Nino. Dikutip dari sumber berita 24 Mei 2016, El Nino terjadi setelah berakhirnya fenomena La Nina. Dua fenomena itu biasanya terjadi silih berganti.
El Nino yakni pemanasan sepanjang ekuator Pasifik dan biasanya menyebabkan dampak kekeringan hingga badai.
Akan tetapi El Nino yang mengikuti La Nina tidak selalu terjadi seperti itu. Indra mengatakan menurut prediksi hingga pertengahan 2021 belum menunjukkan hal tersebut.
“Sampai data pengamatan saat ini, yaitu di awal Oktober ini, analisis dan prediksi kami sampai pertengahan 2021 belum memperlihatkan tren ke arah terjadinya El Nino,” jelasnya.
SUMBER : mediatunggal.com (KC)