ini adalah iklan oleh pihak ketiga
Jakarta, mediatunggal.com - Pengamat politik Universitas Paramadina Ahmad Khoirul Umam menilai Presiden Joko Widodo terlihat semakin berjarak dengan masyarakat selama setahun memimpin roda pemerintahannya di periode kedua.
"Presiden Jokowi semakin berjarak dengan rakyat. Ada proses komunikasi yang tersumbat antara lingkaran inti Presiden dengan dinamika sosial-politik di tengah masyarakat. Tidak ada dialektika yang memadai antara pemerintah dan masyarakat," kata Umam. Rabu (21/10/2020).
Akibatnya, sejumlah produk kebijakan publik seringkali diikuti dengan berbagai kontroversi dan protes, baik berskala sedang maupun besar.
Baca juga: Kronologi Bocah 9 Tahun Dibacok Saat Bela Ibunya yang Diperkosa
Hal itu menurut Umam terlihat jelas dari reaksi masyarakat terhadap sikap pemerintah terkait perubahan Undang-undang Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK), perumusan Undang-undang Haluan Ideologi Pancasila (HIP), penanganan pandemi dan penyelamatan ekonomi, serta pengesahan Undang-undang Cipta Kerja.
Ia menambahkan, pemerintah mungkin masih bisa merasa baik-baik saja. Namun, tersumbatnya komunikasi politik antara pemerintah dengan masyarakat akan berimbas pada menumpuknya kekecewaan publik.
“Pemerintah harus sadar bahwa investasi kekecewaan publik ini bisa berubah menjadi self-delegitimation yang berdampak pada menurunnya kredibilitas pemerintah itu sendiri," tutur Umam.
Baca juga: Home Sudah Mulai Terjadi La Nina, Ini Prediksi Puncaknya Menurut BMKG
Ia menambahkan, hal itu baru saja dikonformasi oleh survei Litbang Kompas (Oktober 2020) yang menunjukkan bahwa ketidakpuasan publik terhadap pemerintah menembus angka sekitar 52,5 persen (46,3 persen tidak puas dan 6,2 persen sangat tidak puas).
"Karena itu, Presiden Jokowi sebagai nahkoda pemerintahan harus menghentikan tren negatif ini. Presiden harus membuka ruang komunikasi politik publik," tutur Umam.
"Dengan demikian, kebijakan-kebijakan publik benar-benar sesuai dengan aspirasi dan ekspektasi masyarakat. Sehingga potensi kontroversial bisa ditekan. Jika Presiden Jokowi tidak melakukan koreksi, sama halnya pemerintah sedang melakukan bunuh diri secara politik," lanjut dia.