ini adalah iklan oleh pihak ketiga
gambar ilustrasi oleh : Edi Wahyono
Makasar, Mediatunggal.com – Pulau Lantigiang di Kepulauan Selayar, Sulawesi Selatan (Sulsel) yang dijual pria berinisial SA ke perempuan inisial AS menjadi sorotan public. SA disebut mengklaim pulau tersebut sebagai warisan nenek moyangnya.
“Inilah yang kita belum tahu pada dasarnya dia(menjual). Mungkin ada juga dasarnya,” Kata Kasat Reskrim Polres Selayar Iptu Syafruddin Kepada wartawan. (30/1/2021).
“Informasi awal pulauitu punya nenek moyangnya dia, punya nenek-nenek buyutnya,” sambung Iptu Syafruddin.
Polisi belum memeriksa SA dan baru akan diperiksa penyidik pada pecan depan.
“Kalau dia (SA) ada di Makasar. Makanya nanti dibuatkan panggilan dia. Ya minggu depan,” katanya.
Saat ditanya apakah SA mengklain Pulu Lintigiang secara keseluruhan, Syafruddin menyebut hanya sebagian. “Tidak semua juga, nggak semua sebagian saja (setengah pulau), ”sambungnya.
Pulau Lantiguang diketahui masuk wilayah Taman Nasional Taka Bonerate, Kepulauan Selayar. Pulai ini tidak berpenghuni dan berjarak sekitar 15 menit dari Pulau Jinato. Salah satu yang menarik di pulau ini adalah banyaknya penyu yang sedan bertelur di sana.
SA menjual tanah di kawasan Pulau Lantigiang seharga Rp. 900juta ke perempuan berinisial AS.SA pun sudah menerima uang muka senilai Rp 10 juta dari AS melaluipria berinisial KS, yang tidak lain adalah keponakan SA.
“Saya sudah mendapat laporan dari tim bahwa tanah tersebut djual oleh warga yang mengaku bahwa pulau tersebut milik kakek-neneknya. Kemudian dijual kepada warga selayar yang menikah dengan orang Jerman, (harganya) Rp 900 juta,” Kata Kapollres Selayar AKBP Temmangnganro Machmud saat dimintai konfirmasi, Jumat (29/1/2021).
Polisi telah memeriksa tujuh saksi dalam kasus penjualan Pulai Lantigiang, Kepulauan Selayar, Sulawesi Selatan (Sulsel). Salah satu yang diperiksa adalah pihak penjual pulau.
Sementara itu, saksi lainnya yang diperiksa adalah Kepala Seksi Pengelolaan Taman Nasional Wilayah II Jinato bernama Nur Aisyah Mnur, kepala dusun, hingga warga.
“Sudah ada tujuh yang diperiksa. Sisanya penyidik akan mendalami keterangan saksi lainnya,” kata AKBP Temmangnganro Machmud kepada wartawan, Sabtu (30/1/2021).
Temmangnganro mengatakan pihaknya masih akan mendalami keterangan sejumlah saksi, diantaranya Kepala Desa dan Sekretaris desa, yang disebut terlibat dalam pembuatan surat perjanjian jual-beli pulau oleh SA dan AS.
“Penjualan tersebut memiliki keterangan jual-beli tanah pulau Lantigiang yang dibuat oleh Sekdes Jinato 2015, yang diketahui oleh Kepala Desa Jinato 2015,” sambungnya.
Sementara itu, Kepala Balai taman Nasional taka Bonerate, Faat Rudianto saat dihubungi terpisah, membenarkan bahwa pihaknya yang melaporkan dugaan penjualan pulaiLantigiang ini pada Kepolisian.
“Dijual ke pihak ketiga yang katanya orang di sana juga yang mengembangk sara wisata. Kalau transaksi itu kan tidak ada jual beli pulau yang ada jual beli tanah tapi tanahnya lebih luas dari pulau. Pulaunya lah yang dijual karena transaksi tidak ada jual beli pulau selalu kan jual beli tanah,” katanya.
Meski begitu, Faat akan menunggu hasil penyelidikan pihak kepolisian.
Menteri Lingkungan Hidup dan Kehutanan (LHK) Diti Nurbaya mendukung polisi menindaklanjuti kasus ini. Siti menegaskan terus memantau perkembangan kasus ini.
“Saya mendukung langkah Polres Selayar. Karena, jangankan jual-beli pulau, masuk saja ke Taman Nasional itu harus dengan izin petugas, kecuali masyarakat local yang dalam kerjasama kemitraan dan pembinaan oleh Taman Nasional. Saya mengikuti terus perkembangan dari Jakarta,” ujar Siti Nurbaya kepada wartawan, Sabtu (30/1/2021)
Pengelolaan kawasan Taman Nasional memang masuk otoritas Kementerian LHK. Siti lalu menjelaskan duduk perkara soal kasus penjualan tanah di pulau Lintigiang.
“Terkait proses hokum jual-beli pulau Lantigiang yang berada di dalam kawasan Taman Nasional Taka Bonerate dimaksud dilakukan atas permohonan proses hokum Ditjen Konserbasi yang diusulkan pada Juni 2020,” ujar Siti.
Kemudian ia juga menerangkan,pada 2019 sudah ada indikasi kasus penjualan tanah di pulau Lantigiang, tapi belum ada bukti cukup. Lalu pada 2020, pihak Taman Nasional Taka Bonerate mendapatkan bukti copy surat jual-beli yang dilampirkan pada lampiran PT Selayar Mandiri Utama yang mengajukan pertimbangan teknis tertanggal 17 Juni 2020. Pada 2019 sudah ada indikasinya, namun belum ada bukti yang cukup.
Pada akhir Desember 2020, balai taman Nasional Taka Bonerate berkonsultasi dengan Polres Selayar dan kasus ini diproses pada Januari 2021. Pulau Lantigiang pada 2021 telah ditetapkan menjadi satu wilayah resor pengelolaan/pengawasan.
“Pulau Lantigiang, seluas sekitar 5,6 hektare merupakan zona pemanfaatan dalam rencana/zonasi pengelolaan Taman Nasional Taka Bonerate. Pulau tersebut tidak berpenghuni dan tidak ada aktivitas masyarakat. Pada 2021 ini telah ditetpkan untuk Pulau Lantigiang menjadi satu wilayah resor pengelolaan/pengawasan dengan pertimbangan pulau rawan aktivitas destructive fishing dan jual-beli pulau ,” jelas Siti.