ini adalah iklan oleh pihak ketiga

Tragedi Bintaro Oktober 1978 || mediatunggal.com

Trip to Curug Nangka Bogor


INSTAGRAM

SHARE

Tragedi Bintaro Oktober 1978

admin 06-02-2021 || 20:22:38

tragedi Bintaro Oktober 1987

Dalam Blog Kisah kali ini akan menceritakan mengenai suatu tragedi yang dikenal sebagai sejarah terkelam dalam perkeretaapian Indonesia.Tragedi ini dikenal dengan nama, Tragedi Bintaro I.

 

Tanggal 19 OKtober 1987, kala itu nenek Minah dengan cucu-cucunya yang salah satunay adalah yang bernama Junet. Mereka akan pergi ke sanak sodara yang tinggal di kampung Tenjo Serpong.

 

Mereka pun akhirnya berangkat dari stasiun Tanah Abang,kemudian naik kereta dengan nomor 220 jurusan Tananh Abang-Rangkas Bitung. Dan mendekati jam 7 pagi tepatnya adalah jam 06:40 kereta api yang mereka tumpangi kemudian tiba di stasiun Kebayoran.

 

Seperti rutinitas biasanya , kereta akan berhenti beberapa menit untuk memberi waktu proses naik dan turun para penumpang. Namun karena suatu sebab, kala itu kereta berhenti agak lama.

 

Nah di sisi lain di tempat yang berbeda yaitu di stasiun Sudimara, kereta api 225 baru saja tiba dan melakukan aktivitas yang sama,  yaitu memuat penumpang yang nantinya mereka akan pergi ke setasiun selanjutnya. Nah kereta api 225 sendiri memiliki rute Rangkas Bitung-Jakarta, dan karena mereka menggunakan jalur yang sama, maka sesuai dengan prosedur kereta api 225 harus menunggu kereta api 220 yang tadi berangkat dari stasiun Kebayoran yang tentu tujuannya ialah agar mereka saling bergantian karena mereka menggunakan jalur yang sama.

 

Namun pada saat itu,lebih dari 10 menit masih belum ada tanda-tanda kereta datang, padahal sesuai jadwal kereta api 225 sudah harus berangkat melanjutkan perjalanan ke Tanah Abang yitu pukul 06:50. Dan jika satu kereta tertunda, artinya akan menunda jadwal selanjutnya.

 

Kisah ini juga diutaran oleh Endang yang dimuat dalam tirto.id. Endang kala itu akan menaiki kereta api  225 namun belum sempat naik, kereta itu sudah mulai berjalan. Dengan tergopoh-gopoh ia pun berlari mengejar kereta karena takut akan terlambat. Namun salah satu petugas kemudian mengatakan, “tidak usah buru-buru mba, itu cuma lansir”. Mendengar hal itu ia pun memelankan langkahnya, namun yang terjadi kemudian kereta itu ternyata semakin melaju dan kemudian meningglkan stasiun.

 

Endang kala itu merasa marah, karena ia merasa di tipu oleh petugas itu. Namun tiba-tiba ia melihat salah satu petugas berlari kalang kabut berlari ke arah kereta. Petugas itu kemudian di ketahui bernama Jamhari.

 

Dengan membawa bendera merah di tangannya yang kemudian ia melambai lambai mengibarkan benderanya seolah memberikan sinyal agar kereta berhenti. Namun meski demikian kereta itu semakin melaju meninggalkan stasiun.

 

Petugas lain pun tampak bingung, raut muka mereka tampak tegang dan salah satunya kemudian berkata ; “wah,, bahaya ini bisa tabrakan nanti”. Seorang petugas lain dengan gesit menambil motor dan langsung melaju yang kelihatannya ia mengejar kereta itu, namun sepertinya usahanya gagal.

 

Endang kala itu masih bingung dengan apa yang terjadi sebenarnya. Namun tak lama kemudian hanya dalam beberapa jam kemudian, ia mendengar kabar yang amat mengerikan. Kedua kereta itu saling tidak mengetahui bahwa mereka menggunakan jalur yang sama dan berlawanan. Lebih tepatnya mereka berfikir bahwa jalur sudah aman. Dan yang lebih parah lagi adalah posisi jalan yang menikung sehingg mereka baru saling menyadari saat jarak mereka hanya tinggal beberapa puluh meter. Mengerem pun sudah percuma bahkan dikatakan pada saat itu, jakar mereka hanya tinggal 30 meter saat mereka baru menyadari satu sama lain.

 

Selamet yang mengetahui kereta api 220 di depannya, hanya bisa membunyikan klakson dan kemudian banyak-banyak mengucapkan istighfar. “saya masih melihat sinyal aman ketika memasuki halte pondok Bitung. Namun secara bersamaan dari arah berlawanan, tiba-tiba muncul kereta api 220 lalu, Derrrr…. tabrakan mau itu tidak bisa terhindarkan”, tutur slamet kepada Jawapos 23 tahun setelah kejadian itu.

 

Tabrakan itu menghasilkan bunyi yang amat keras hingga terdengar seperti sebuah ledakan. Kedua lokomotif itu saling beradu banteng dan kemudian setelah tumbukan pertama, gerbong itu pun masih terus terdorong oleh gerbong lain yan gada di belakangnya. Imbasnya kedua lokomotif itu seperti saling tusuk dan kemudian memasukin gerbong lainnya yang akhirnya membuat korban dari peristiwa ini menjadi sangat besar.

 

Kurang lebih ada 150 jiwa yang menjadi korban pada saat itu. Mereka yang berada di bagian gerbong depan, sebagian besar tertusuk besi ataupun material lain yang ada dari keteta di depannya, sebagian juga terhimpit. Dan banyak dari korban ditemukan terjepit dipersambungan kereta.

 

Masinis yang selamat kala itu, yaitu Slamet Suradiyo ia terlempar hingga ke belakang jok masinis. Gigi nya pun rontok terhantam hendel rem kereta. Kaki kanan nya patah dan kulit pinggulnya sobek. Sejak saat itu ia kehilangan kesadaran dan kemudian baru terbangun ketika ia sudah di rawat di RS. Keramat Jati.

 

Nenek Minah, yang diceritakan diawal tulisan ini, ia pun turut menjadi korban. Nenek Minah yang duduk di gerbong pertama langsung tewas seketika bersama cucunya. Mereka semua tidak bisa terhindar dari himpitan besi-besi itu. Dan dari peristiwa itu hanya Junet lah yang selamat.

 

Untuk mengevakuasi Junet sendiri, dibutuhkan waktu lebih dari 12 jam. Dan meskipun ia selamat kaki kiri nya sudah remuk da kemudian harus di amputasi.

 

Kisah lain datang dari Saleh yang kala itu ia berangkat dar istasiun Sudimara yang kemudian menuju ke stasiun Palmerah. Ia duduk di kursi agak tengah  dan dari hal itulah ia bisa selamat meskipun kaki kanan nya nyaris saja putus. Ia masih ingat jelas bagaimana jerit tangis penumpang kereta naas itu. Mayat bergelimpangan dimana mana paling banyak terjepit di persambungan kereta bahkan ada yang wajahnya sama sekali tidak bisa dikenali karena seperti habis tersiram sesuatu.

 

Kejadian itupun membuat trauma yang amat dalam. Sebagian dari yang selamat bahkan butuh waktu bertahun tahun untuk kembali berani menggunakan kereta. Dan bukan hanya mereka yang mengalami kecelakaan saja, sebagian petugas dan warga yang menolong pun ikut mengalami trauma.

 

Muhammad Zain warga di Jl. Bintaro Permai 3 yang kala itu membantu evakuasi , ia menuturkan bahwa bayangan kengerian itu masih teringat jelas. Ia ingat betul melihat potongan-potongan tubuh, usus yang terurai keluar, kepala dan kaku yang terputus hingga bagaimana ia membantu evakuasi orang yang terhimpit di gerbong kereta selama berjam jam.

 

Kecelakaan kereta api sendiri sebenarnya kala itu sudah beberapa kali terjadi, namun yang teraparah dan menjadi sejarah terkelam dalam perkeretaapian di Indonesia adalah tragedi bintaro ini. Dan karena ini juga Menteri Perhubungan yang menjabat kala itu, kemudian memberi instruksi agar melakukan gabungan penyelidikan peristiwa kecelakaan kereta api atau disingkat juga dengan nama GAPPKA yang tujuannya adalah mengusut tuntas penyebab dari tabrakan ini. Ia bahkan memerintahkan agar dilakukan pengecekan jadwal kereta api di seluruh Indonesia.

 

Slamet Suradiyo akhirnya divonis hukuman 5 tahun penjara dan ia pun harus kehilangan pekerjaannya sebagai masinis. Ia kemudian di tahan di lapas Cipinang dan bebas pada taun 1993. Sejak saat itu Slamet Suradiyo sempat hanya apel di kantornya karena ia sudah di bebas tugaskan. Dan pada tahun 1994, ia kemudian dipecat dari jabatannya sebagai masinis. Kemudian nomor induk pegawainya pun dicabut pada tahun 1996 oleh Departemen Perhubungan Indonesia. Iapun akhirnya tidak mendapat uang pensiun.

 

Nasib yang serupa juga menimpa Adung Syafei yaitu konduktor kereta api 225. Syafei harus mendekam di penjara selama 2,5 tahun. Sedangkan PPKA Jamhari dan juga Umril Hadi mereka kemudian di hukum selama 10 bulan penjara.

 

Kronologi dari tragedi ini pun akhirnya terbagi dalam dua versi; yaitu versi PJKA (Perusahaan Jawatan Kereta Api) dan versi kedua adalah versi dari masinis dari kereta api 225 itu sendiri. Karena walaupun masinis sudah di hukum dan dianggap bersalah, namun bagi penulis sendiri kecelakaan itu bukan mutlak dari masinis tersebut.

 

Mengutip dari Wikipedia, Slamet Suradiyo  ia mengatakan dengan tegas bahwa dirinya sama sekali hanya mengikuti instruksi dari PPKA Sudimara. Ia hanya menjalankan perintah menggunakan PTT yang sudah diberikan. Slamet Suradiyo   mengatakan bahwa dirinya dituding menjalankan kereta tanpa izin adalah sebuah kebohongan besar dan tidak ada untungnya bagi dirinya untuk menjalankan kereta tersebut tanpa perintah dari atas.

 

Dan jika kalian  ingin mengetahui bagaimana kronologi lengkapnya seta penuturan langsung dari mbah Slamet Suradiyo, kalian bisa mengeceknya langsung di channel “kisah tanah jawa”. Namun penulis kali ini tidak membahas sedetail kronologi dari masing-masing versi kejadian. Dan apa yang terjadi sebaiknya menjadi pembelajaran untuk kedepannya. Semoga kejadian seperti ini tidak akan pernah terjadi lagi dan untuk para korban semoga mereka tenang dan diberikan tempar yang mulia di sisi-Nya.

sekian Blog Kisah kali ini, tunggu kisah-kisah selanjutnya..

Tag :
 tragedi bintaro  perkeretaapian  indonesia  sejarahkelam  

Baca juga :

Related Post


Tinggalkan Komentar Anda