ini adalah iklan oleh pihak ketiga
Pengamat politik dari Unwahas Semarang, Joko J Prihatmoko saat berbicara sebagai salah satu narasumber dalam diskusi yang digelar komunitas wartawan di Semarang, bertajuk Mencari Calon Gubernur Jateng, di hotel Santika Semarang, Rabu (24/5). (Tribun Jateng/M Nur Huda)
SEMARANG - Sejumlah pihak sepakat untuk menjaga iklim kondusif selama menghadapi gelaran Pemilihan Kepala Daerah (Pilkada) serentak, baik pemilihan bupati dan wali kota maupun Pemilihan Gubernur Jateng 2018 mendatang.
Utamanya terkait isu SARA atau politik identitas.
Pengamat politik dari Universitas Wahid Hasyim (Unwahas) Semarang, Joko J Prihatmoko menilai, politik identitas yang terjadi di DKI Jakarta belum lama ini tak akan terjadi di Jateng.
Keyakinan itu berdasarkan banyaknya indigiunes people atau penduduk asli di Jateng.
"Di sini terlalu banyak penduduk asli, beda dengan DKI atau tempat lain. Kita kan tetap Jawa, sekasar-kasarnya kan tetap wong jowo," katanya saat menjadi pembicara dalam diskusi yang digelar komunitas wartawan bertajuk "Mencari Calon Gubernur Jateng", di hotel Santika Semarang, Rabu (24/5/2017).
Ia mengatakan, politik identitas yang ada di DKI tidak relevan untuk Jateng.
Daerah yang cenderung plural seperti DKI biasanya berpotensi muncul sentimen SARA.
Akan tetapi untuk Jateng, kemungkinan seperti itu sangat kecil.
"Misalnya Budhi Sarwana Kho Wing Chin yang baru dilantik jadi Bupati Banjarnegara kan etnis tionghoa, buktinya no problem. Jadi janganlah sentimen di Jakarta ini diimpor ke Jateng, kan Jateng sudah kondusif. Budhi ini contoh yang baik," terang dia.
Ia berharap pada partai politik, tokoh masyarakat, tokoh agama, para kandidat, dan para pengamat politik, agar bisa meredam isu politik identitas.
"Budaya masyarakat Jateng kan tidak membesar-besarkan perbedaan. Orang Jateng punya tradisi memendam rasa, itu nyata. Jadi, isu katrok di Jakarta jangan dikirim ke sini," sambungnya.
Akan tetapi, biasanya parpol terjebak pada sikap harus memenangkan Pemilu, dan abai terhadap salah satu fungsi tugasnya meredam konflik di masyarakat.
Parpol cenderung punya kepentingan mendongkrak elektabilitas calonnya yang justru 'menggoreng' isu pada personal lawan.
"Sehingga kita jaga bareng, pengamat punya peran, ormas, tokoh masyarakat dan tokoh agama, tapi yang pertama adalah parpol sendiri harus berkomitmen tidak membesarkan isu politik identitas itu," ungkapnya.
Sekretaris DPD I Partai Golkar Jateng, Ferry Wawan Cahyono yang hadir dalam diskusi tersebut menegaskan, pihaknya sangat berharap situasi pilkada di DKI tidak merembet ke Jateng.
Sebab jika tak terkendali, dampaknya ajang pilkada akan menjadi gelaran demokrasi yang rusak.
"Fenomena di DKI pengalaman berharga agar tidak merembet di Jateng. Ciri khas Jateng dengan kejawaannya, semangat kekeluargaannya, andap asornya dan sebagainya, ini patut kita jaga betul. Kami yakin komitmen pimpinan Parpol di Jateng sudah sangat luar biasa," ucap dia.
Ia meyakini, gelaran Pilgub di Jateng nantinya suasananya tetap damai dan tidak sampai menyinggung persoalan SARA.
Terlebih, di Jateng selain Pilgub ada tujuh kabupaten dan kota yang menggelar Pilkada, sehingga jika Parpol satu dengan yang lain tidak koalisi di Pilgub, bisa jadi di tingkat kabupaten/kota berkoalisi.
(Tribunjateng)